Klakson pada kendaraan berfungsi untuk memberitahu pengguna jalan lain, bahwa kita hendak melewati atau melintasinya.
Namun dalam pelaksanaan banyak yang salah kaprah memfungsikan klakson. Karena ketidaktahuan dalam penggunaan klakson terjadi karena kebiasaan yang salah. Salah satunya adalah penggunaan klakson untuk menyampaikan pertanda marah.
Pasti pernah dengar, suara klakson dibunyikan secara brutal di tengah situasi macet. Hanya karena mobil di depannya berjalan sangat lamban. Suara bising klakson itu pasti bikin yang ikut mendengarnya jadi kesal.
Di Jepang membunyikan klakson ada etikanya. Jika dilakukan secara berturut-turun dinilai nyari gara-gara dan bisa bikin orang lain tersinggung. Oleh karena itu di Jepang sangat jarang terdengar bunyi klakson.
Undang-Undang Klakson
Dalam undang-undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 48 UU No 22 Tahun 2009 sudah diatur mengenai klakson.
Jika pengendara tidak menggunakan klakson atau klakson tidak berfungsi, bisa dikenai pasal 285 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 di pasal 69 tentang kekuatan bunyi klakson.
Dalam etika berkendara di jalan raya, klakson dirancang sebagai :
Alarm pemberitahuan ke sekitar
tidak dirancang mewakili emosi negatif maupun positif, terutama bukan dirancang sebagai bahasa perintah (menyingkir atau minggir).
Dilarang membunyikan klakson saat melintas tempat ibadah, rumah sakit
Dianjurkan tidak menggunakan klakson di malam hari, sebagai bentuk toleransi sosial terhadap masyarakat.
Sekarang, dengan sudah mengetahui etika membunyikan klakson, sebaiknya dipatuhi apa yang sudah menjadi kewajiban, dan hindari apa yang menjadi larangan.
Karena dalam pasal 285 ayat 1 UU No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ disebutkan, jika terjadi pelanggaran, maka kamu bisa kena pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).